Rabu, 30 Mei 2012

Kata Wadiah berasal dari wada asy syai-a yaitu   meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang seseorang tinggalkan pada orang lain agar dijaga disebut Wadiah, karena dia meninggalkannya pada orang yang sanggup menjaga.
Secara bahasa Wadiah bisa diartikan dengan meninggalkan atau titipan, sedangkan secara istilah wadiah adalah sesuatu yang dititpkan oleh satu pihak kepada pihak lain dengan tujuan untuk dijaga. Ada juga yang mengatakan wadiah adalah memanfaatkan sesuatu ditempat yang bukan pada pemiliknya untuk dipelihara atau dijaga.
Dalam bidang Ekonomi Syariah, Wadiah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggungjawab atas pengembalian barang tersebut.
Ada dua definisi yang dikemukakan oleh para ulama fiqih., yaitu :
Ulama Mazhab Hanafi
Yang berbunyi “ mengikutsertakan orang lai dalam memelihara harat baik dengan    ungkapan yang jelas maupun isyarat”.
Misalnya : ada seseorang menitipkan sesuatu pada seseorang dan si penerima titipan menjawab ia atau mengangguk atau dengan diam yang berarti setuju, maka akad tersebut sah hukumnya.
Mazhab Hambali, Syafi’I dan Maliki ( Jumhur Ulama )
Yang berbunyi “mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu”.
Sedangkan tokoh-tokoh ekonomi perbankan berpendapat bahwa wadiah adalah akad penitipan barang atau uang kepada pihak yang diberi kepercayaan denga tujuan menjaga keselamatan, keamanan dan keutuhan barang atau uang tersebut.

JENIS-JENIS WADIAH
Wadiah Yad Dhamanah
Wadiah dimana si penerima titipan dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat kala si pemilik menghendakinya. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan tabungan.
Wadiah Yad Amanah
Wadiah dimana penerima titipan tidak bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut. Adapun aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box.

LANDASAN HUKUM
Konsep Wadiah mendapat pengakuan dan legalitas syara’, diantarantya firman Allah dalam Al-Quran surah An-Nisa : 58 yang berbunyi :
“ Sesengguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantar manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnyha Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.(QS. An-Nisa:58)
Dan dalam firman Allah dalam Q.S Al Baqarah ayat 283
“ Jika kamu dalam perjalanan(dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang(oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain. Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanahnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barng siapa yang menyembunyikan, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dalam Hadits Rasulullah SAW juga berbunyi :
“Serahkanlah amanat kepada orang yang mempercayai anda dan janganlah anda mengkhianati orang yang mengkhianati anda”. ( HR. Abu Daud, Trimidzi, dan Hakim).
Berdasarkan ayat dan Hadits di atas, para ulama sepakat mengatakan bahwa akad Wadiah (titipan) hukumnya mandub (disunahkan), dalam rangka tolonh-menolong sesama manusia.

RUKUN WADIAH
Rukun-rukun wadiah terdiri atas beberapa, yaitu sebagai berikut :
Muwaddi
Yaitu orang yang menitipkan barang atau asset.
Wadi’i
Yaitu orang yang dititipkan barang atau asset
Wadiah
Yaitu barang yang dititipkan
Shigot
Yaitu Ijab dan Qabul.



SIKAP DAN AKAD WADIAH
Karena wadiah termasuk akad yang tidak lazim, maka kedua belah pihak dapat membatalkan perjanjian akad ini kapan saja, karena dalam wadiah terdapat unsur permintaan tolong maka memberikan pertolongan itu adalah hak dari Wadi’i. Kalau dia tidak mau maka tidak ada keharusan untuk menjaga titipan.
 Namun kalau Wadi’i  mengharuskan pembayaran semacam biaya administrasi maka akad wadiah ini berbuah menjadi akad sewadan mengandung unsur kelaziman. Artinya wadi’i harus menjaga dan betanggungjawab terghadap barang yang dititipkan. Pada saat itu wadi’i tidak dapat membatalkan akad ini karena sudah dibayar.
                                         
JENIS BARANG YANG DIWADIAHKAN
Jenis barang-barang yang diwadiahkan adalah sebagai berikut :
Uang ( jelas sebagaimana yang telah dilakukann pada umumnya )

Harta benda ( biasanya harta yang bergerak, dalam bank konvensional tempat penyimpanannya dikenal dengan Safety Box satu tempat dimana nasabah bisa
menyimpan barang apa saja kedalam tempat itu )

Dokumen ( saham, obligasi, giro, dll )
Barang berharga lainnya, seperti surat tanah atau yang dianggap berharga mempunyai nilai uang .

HUKUM MENERIMA BENDA TITIPAN

Sunnah
Disunnahkan menerima titipan bagi orang yang percaya kepada dirinya bahwa dia sanggup menjaga benda-benda yang dititipkan kepadanya. Al Wadiah adalah salah satu bentuk sikap tolong-menolong yang diperintahkan oleh Allah dalamAl-Quran, tolong-menolong secara hukumnya sunnat. Dan dianggap sunah menerima benda titipan ketika ada orang lain yang pantas pula menerima titipannya.
Wajib
Diwajibkan menerima benda-benda titipan bagi seseorang yang percaya bahwa dirinya sanggup menerima dan menjaga benda-benda tersebut, sementara orang lain tidak ada seorangpun yang dapat dipercaya untuk memelihara benda-benda tersebut.
Haram
Apabila seseorang tidak kuasa dan tidak sanggup memelihara benda titipan. Bagi orang seperti ini diharamkan menerima benda-benda titipan sebab dengan menerima benda-benda titipan berarti memberikan kesempatan kepada kerusakan atau hilangnya benda-benda titipan sehingga akan menyulitkan pihak yang menitipkan.
Makruh
Bagi orang yang percaya kepada dirinya sendiri bahwa dia mampu menjaga benda-benda titipan tetapi ia kurang yakin pada kemampuannya, maka bagi orang seperti ini dimakruhkan menerima benda-benda titipan sebab dikhawatirkan dia akan berkhianat terhadap yang menitipkan dengan cara merusak benda-benda titipan atau menghilangkannya.